Ruang Untukmu
Bad 1188

Bad 1188

Ruang Untukmu

Bab 1188 Pertemuan Pertama yang Tak Menguntungkan

Qiara mengencangkan rahangnya dan mengangkat ponselnya. “Baik. Saya akan mengunggah skandal ini ke grup keluarga kita. Setiap orang akan mengetahui tentang kelakuan kalian berdua.

“Lathan, cepat, ambil ponselnya! Jangan biarkan dia mengunggah apapun!” Bianca menjerit dalam ketakutan.

Lathan bangkit dari ranjang dan mendekati Qiara tanpa memerhatikan bahwa dirinya hanya mengenakan celana dalam. Dia bertekad merampas ponsel itu, maka Qiara segera berlari ke

pintu.

“Tangkap dia, Lathan!” perempuan di belakangnya memerintah.

Qiara berlari dan menyadari kesalahannya. Seharusnya dia tidak mengenakan sepatu berhak tinggi! Dia berlari ke sudut dan tiba–tiba mendengar sebuah pintu dibuka.

Dia masuk ke dalam kamar itu tanpa ragu. Laki–laki di dalamnya tak menyadari dan Qiara segera memukul keningnya, yang membuatnya terjatuh ke lantai.

Qiara dengan cepat menutup pintu dan berdiri bersandar padanya. Saat itu dia sadar ada seorang laki–laki muda dan tinggi yang mengenakan kemeja abu–abu tengah tergeletak di lantai.

Laki–laki itu bangun terhuyung dan mengeluh kesakitan sambil memegangi keningnya.

Qiara terengah–engah memohon maaf. “Maafkan saya, pak! Anda tidak apa–apa, kan?!”

Laki–laki itu menatapnya. Matahari pagi yang lembut menerangi kamar itu, tetap ekspresi wajahnya gelap dan suram. Ada memar merah di keningnya yang begitu kentara yang letaknya tampak sangat mengganggu wajahnya yang tanpa cacat.

“Apakah saya terlihat tak apa–apa?” Dia bangkit dari lantai dan sosoknya yang tinggi membuat Qiara, yang bersandar pada pintu, terperangah.

Dia begitu tinggi–sekitar 183 cm. Qiara merasa tertekan.

Sesaat kemudian, suara perempuan terdengar di koridor. “Apakah dia melarikan diri? Apa yang harus kita lakukan, Lathan?”

Qiara segera saja menyatukan kedua tangannya dan menatap laki–laki itu dengan sorot mata memohon. Dia terlihat seperti anak anjing yang ditendang.

“Izinkan saya bersembunyi di sini, hanya untuk sesaat. Sebentar saja,” dia memohon–mohon sebelum menempelkan telinganya pada daun pintu untuk mendengar apa yang dikatakan di luar.

“Hah! Bila dia berani mengunggahnya, saya akan membuatnya menanggung perbuatannya!” kata si lelaki sambil marah.

“Bagaimana bisa dia mendapatkan kartu untuk masuk ke kamar kita? Bukankah ini hotel terbaik

di kota ini? Saya akan melaporkan ketidaknyamanan ini,”

Begitu suara itu hilang. Qiara akhirnya menghembuskan napas lega, tetapi ketika menoleh, dia menyadari ada persoalan lain yang harus dihadapinya.

Masalah dalam bentuk laki–laki tampan yang keningnya bengkak karena ulah dirinya. Laki–laki itu melotot tajam padanya.

“Biar saya antar Anda ke rumah sakit!”

Namun, dia hanya menunjuk ke arah pintu dan memerintah dengan dingin, “Keluar!”

“Ya, segera!” Qiara menjawab sebelum berlari ke luar pintu.

Di saat yang sama, ponsel laki–laki itu berdering dan dia mengangkatnya. “Halo?”

“Pak Sofyan, rapat segera dimulai.”

“Saya akan segera turun,” jawab Nando. Ia menarik napas panjang. Siapa yang bisa menjelaskan padanya urusan apa yang baru saja terjadi dengan perempuan kasar ini?

Seluruh eksekutif senior Grup Sofyan berkumpul di ruang konferensi hotel di lantai delapan, dan yang duduk di kursi pemimpin rapat di meja itu adalah Nando Sofyan. Sudah dua tahun sejak dia kembali dari belajar di luar negeri, dan kini, dia terlihat lebih bermartabat dan diam.

Setiap yang hadir manatap laki–laki di meja itu yang keningnya lebam dan serentak menunjukkan perhatiannya.

“Ada apa dengan keningmu, Pak Sofyan?”

“Pak Sofyan, saya rasa bapak harus ke rumah sakit! Nanti akan membekas dalam bila tidak segera dilakukan tindakan terhadapnya.”

“Siapa yang berani melukaimu di hotel ini, Pak Sofyan?”

Nando mengela napas dan meminta asistennya, Andi Koswara, “Tolong bawakan es batu. Lebamnya akan segera sembuh setelah saya mengompresnya dengan es.”

“Ada seorang perempuan menerobos masuk ke dalam kamar saya pagi ini yang kemudian menghantamkan kening saya pada pintu, tetapi saya tidak memperpanjang masalah ini karena dia adalah tamu di hotel ini juga,” Nando menjelaskan keadaannya.

“Bapak harus lebih berhati–hati lagi lain waktu! Saya mendengar banyak perempuan muda dari keluarga kaya–raya bermalam di hotel kita untuk bisa berpapasan denganmu!” kata salah seorang manajer sambil tersenyum.

Yang lain mulai juga menimpali. “Saya mendengar hal itu juga! Pak Sofyan adalah bujangan yang paling layak di kota ini. Semua perempuan muda dan kaya–raya menguras otaknya untuk bisa menemukan cara untuk menikah denganmus!”

Follow our Telegram channel at https://t.me/findnovelweb to receive the latest notifications about daily updated chapters.
Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report