Ruang Untukmu -
Bab 371
Bab 371
Ruang Untukmu
Bab 371
Segera setelah Maya pergi, Tasya menatap Elan yang tengah berdiri di depannya. Walaupun mencoba sekuat tenaga untuk mengontrol ckspresinya, Tasya tidak dapat menahan kepahitan yang menyebar dibalinya.
Tiba–uba saja, Elan terbatuk, yang membuat Roy mengingatkannya, “Pak Prapanca, bapak lupa minum obar pagi ini.”
Tatapan Tasya langsung terkunci pada Elan. Untuk alasan tertentu, setelah dua hari tidak bertemu dengannya, Tasya merasa dia agak kurus dan wajahnya pucat. Apakah ia terkena flu?
Elan menggeleng. Ketika ia menatapnya, Tasya langsung memalingkan wajahnya, tidak ingin Elan menganggap dia tengah mengkhawatirkannya.
“Aku di sini untuk membuat pernyataan juga,” ujar Elan dengan suara rendah.
“Baiklah. Silakan!” Setelah mengatakannya, Tasya berbalik dan segera ingin berlalu.
Dengan cepat Roy mengambil kesempatan untuk menawarkan budi, “Nona Merian, biarkan aku mengantarmu.”
Tasya berjalan menuju mobilnya, Roy mengikuti dan berkata, “Mohon agak lembut menghadapi Pak Elan. Bapak tengah sakit.”
“Siapapun bisa jatuh sakit. Bukankah itu hal normal?” Tasya berbalik menghadapnya.
“Tidak, Pak Elan menderita flu berat dan masalah jantung sekarang ini. Setelah kembali dari menyelamatkanmu hari itu, dia tidak tidur selama dua hari. Dia mulai batuk–batuk tadi malam dan terlihat tidak sehat. Setelah pemeriksaan, mereka menemukan ada masalah pada keteraturan denyut jantungnya,” jelas Roy.
Sambil mengencangkan pegangannya pada pintu mobil, Tasya berkata, “Katakan padanya untuk selalu minum obat tepat pada waktunya.”
“Baiklah. Hati–hati mengemudi, Nona Merian.” Roy berkata apapun yang sepatutnya dia katakan,
Begitu meninggalkan kantor polisi, Tasya melaju ke perusahaan ayahnya. Sepanjang perjalanan, apa yang dipikirkannya adalah wajah pucat Elan. Dia seorang dewasa! Bagaimana bisa lupa untuk meminum obamya? Bahkan anakku dapat mengingat tugas mudah itu.
Seubanya di Perusahaan Konstruksi Merian, Tasya masuk ke kantor ayahnya. Ada beberapa staf inui tengah rapal bersama ayah, dan dia menyuruh Tasya mengambil kursi dan duduk mengikuti.
Tasya mencoba sebaik mungkin untuk memahami percakapan mereka. Namun, ia tidak terbiasa sama sekali dengan industri konstruksi, sehingga sulit memahami inti pembicaraan dalam pertemuan itu.
Pada jam istirahat makan siang, Romi datang. Begitu melihat Tasya, ia merasakan ketegangan pada perutnya seperti biasanya.
Mengetahui bahwa Tasya dan Elan tidak akan pernah bersanding bersama, Frans dengan
semangat berusaha menjodohkan Romi dengan anak perempuannya lagi.
Romi adalah orang yang peka, maka dia begitu gembira ketika mendengar dari Frans bahwa masih ada kesempatan baginya untuk merayu dan mendekatinya lagi.
Walaupun tidak mengetahui mengapa Tasya putus hubungan dengan Elan, itulah akhir yang sesungguhnya ia harapkan!
*Tasya Romi akan menemanimu sore ini, sementara aku akan menemui beberapa rekanku,” kata Frans pada Tasya.
Tasva mengangguk. Setelah mengalami peristiwa yang mengikuti penjemputan anaknya waktu itu, Romi dengan sengaja membawanya mengunjungi salah satu departemen. Seperti telah diduga, ketika Tasya menyadari sudah waktunya untuk menjemput anaknya dari sekolah, mereka tidak memiliki waktu lagi untuk menyelesaikan kunjungan.
“Aku harus pergi untuk menjemput Jodi. Bisakah kamu mengantarku ke sekolahnya, Romi?”
“Tentu!” seru Romi.
Kemudian, Romi mengantarnya menjemput anaknya sambil mengamatinya diam–diam sepanjang perjalanan menuju sekolah. Ia menangkap betapa Tasya terlihat muram sepanjang berada di dalam mobil. Tampak jelas ia mengalami masa sulit dalam hubungan asmaranya.
Begitu sampai di sekolah, Tasya langsung keluar dari mobil untuk menemui Jodi dan meninggalkan ponselnya di dalam mobil.
Dua menit kemudian, ponsel berdering. Romi meraihnya dan melihat nama Elan di layar. Ia mengangkatnya dan berkata, “Halo, Pak Prapanca? Mohon maaf, Tasya tidak membawa
ponselnya.”
“Siapa Anda?” suara Elan terdengar dingin.
“Saya Romi Wijaya. Kita pernah bertemu sebelum ini, Pak Prapanca.”
“Di mana dia?” Elan, yang tidak senang, bertanya.
“Ia tengah menjemput Jodi, dan aku menunggunya di pintu gerbang sekolah. Apakah ada pesan untuknya? Akan aku sampaikan padanya.”
“Tak apa.” Setelah berkata, Elan menutup panggilannya.
Mendengar ilu, Romi tersenyum. Tujuannya adalah menciptakan kesan yang salah bahwa ia begitu dekat dengan Tasya sehingga Elan akan cemburu dan kecewa pada perempuan itu.
Ternyata hanya sedikit yang diketahuinya bahwa panggilan telepon ini lebih daripada sekadar kekecewaan bagi Elan.
Elan, yang duduk di dalam mobil Roy, tiba–tiba merasa tercekik dan mulai batuk–batuk hebat. Menyaksikan keadaan itu, dengan cepat Roy menghentikan mobil di tepi jalan dan membuka pintu belakang sambil bertanya, “Pak Elan, apakah bapak baik–baik saja?”
Previous Chapter
Next Chapter
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report