Ruang Untukmu -
Bab 383
Bab 383
Ruang Untukmu
Bab 383
Tasya teringat akan perkataan ayahnya, yang mengingat ibunya yang telah rela menyelamatkan nyawa demi orang yang tidak bersalah pada situasi mendesak. Dia tahu ibunya tidak akan berdiam diri, hanya menyaksikan anak berusia enam tahun akan terbunuh. Meyakini bahwa semua orang memiliki instink untuk melindungi yang lemah, dia percaya ibunya termotivasi oleh alasan yang sama sebelum mempertaruhkan dirinya untuk menyelamatkan nyawa orang yang tidak bersalah itu.
“Aku tidak menyalahkan kamu dan nenekmu.” Walaupun begitu, Tasya tidak bisa memastikan dirinya bisa melupakan masa lalu karena ucapan Rully telah menyadarkannya bahwa dia tidak akan pernah jatuh cinta pada Elan. Bagaimanapun juga, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa secara tidak langsung Elan–lah penyebab kematian ibunya, yang kemudian membuatnya selalu menahan diri untuk jatuh cinta padanya karena merasa sudah bersikap tidak adil terhadap mendiang ibunya. “Kita bisa menjadi teman saja,” ucap Tasya.
Di sisi lain, Elan kesal mendengar jawaban Tasya, menganggapnya ironis karena baru beberapa saat lalu dia berusaha menghiburnya.
Teman? Tidak mungkin! Aku tidak akan pernah menerima hubungan kita ini sekadar teman!
“Yah, aku merasa dari teman bisa menjadi sepasang kekasih dan setelah itu menikah. Bukankah begitu?” Elan memperjelas maksudnya.
Tasya memalingkan pandangannya dan menjawab, “Tidak. Kita akan menjadi teman atau orang asing.”
Meskipun jawabannya ketus, Elan bisa memahami Tasya, karena tahu Rully telah mengucapkan hal– hal tidak menyenangkan pada Tasya yang membuatnya menolak kehadirannya. “Baiklah, aku hargai sikapmu itu. Kalau begitu kita hanya berteman.” Elan mundur selangkah, setelah itu menunjukkan kuasanya dengan memberinya perintah. “Pokoknya, saat kamu akan menikah
dengan seseorang nanti, orang itu sudah pasti aku dan hanya boleh aku!”
Tasya terkejut mendengarnya, merasa watak mendominasi dan posesifnya tidak berubah sama sekali.
“Berlaku juga untukku. Aku hanya akan menikah denganmu, tidak dengan siapapun,” tambah Elan.
Wajah Tasya merona karena malu menyergapnya walaupun tidak bertemu pandang dengan Elan. “Keputusanku untuk menikah bukanlah urusanmu. Sama halnya denganmu,” jawab Tasya.
Elan tersenyum dan berkata, “Baiklah, kalau begitu masing–masing kita terus melajang sepanjang hidup!”
Hmm, oke, dia menang. Saat Tasya menepuk dahinya tidak berdaya, Frans masuk ke dalam gedung, berlindung dari hujan yang masih turun deras. Ketika mendengar Elan ada di ruang santai, dia bergegas ke sana untuk menyapanya. “Aku tidak menyangka Pak Prapanca ada di sini. Anggap saja rumah sendiri.” Frans mendekati Elan untuk berjabat tangan.
“Pak Merian terlalu baik,” Elan menjawab dengan sopan.
“Tasya, tolong sambut dengan baik tamu kita ini, Pak Prapanca.” Frans mengalihkan perhatiannya ke anaknya. Jauh di lubuk hatinya, dia sangat berharap anaknya bisa bersanding dengan Elan dan memanfaatkan statusnya sebagai seorang pebisnis. Tentu, Perusahaan Konstruksi Merian akan
disokong oleh pengaruh besar Elan jika mereka terikat hubungan. Selain itu,
dia percaya cucu dan anaknya akan disayang dan diperlakukan dengan baik oleh anggota Keluarga Prapanca, mengingat rasa bersalah mereka terhadap istrinya.
“Tentu, Ayah. Serahkan padaku,” jawab Tasya. Sambil bertanya–tanya bagaimana Tasya akan menerimanya setelah Frans pergi, Elan lihat perempuan itu memandangi hujan yang mulai mereda di luar jendela sebelum menoleh padanya. “Baiklah, hujan telah reda. Waktunya kamu pergi.”
Tunggu sebentar, apa? Apakah ini cara dia memperlakukan tamunya? Dengan mengusirku? Elan tidak bisa berkata–kata. “Aku belum mau pulang. Aku akan makan siang denganmu dan menemanimu menjemput Jodi. Kemudian, aku akan makan malam di tempatmu.” Sebenarnya, Elan baru saja membuat rencana kegiatannya hari itu. Tiba–tiba, ponselnya bordering dan segera diangkatnya, “Aku tidak akan kembali ke kantor hari ini. Tolong batalkan semua jadwal rapatku.” Sebelum Roy sempat mengingatkannya tentang pekerjaannya, Elan sudah menyudahi pembicaraan.
Di saat yang sama, Tasya tertegun, memandangi laki–laki itu sambil berpikir apa yang sebenarnya sedang dilakukannya. Apa yang dia pikirkan? Padahal ada bertumpuk–tumpuk urusandi kantor yang harus dia selesaikan! “Aku tidak perlu ditemani, Elan. Silakan, lanjutkan pekerjaanmu!” Tasya tidak ingin Elan menyia–nyiakan waktu dengan menemaninya, dan kemudian terpaksa kerja lembur di malam hari.
“Tidak apa–apa. Aku bersedia membuang waktuku untuk menemanimu.” Elan mengangkat alisnya sedikit, menyampaikan pesan dengan sangat meyakinkan bahwa dia tidak akan pernah menyerah. Menghadapi kekeras–kepalanya, Tasya merasa tidak berdaya dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
“Jewelia pindah ke lokasi baru, tetapi tetap menyediakan ruang kerja untukmu. Silakan bekerja dengan kami kapan saja.” Elan menawarkan Tasya untuk kembali ke Jewelia sehingga tidak ada laki–laki lain yang bisa mendekatinya.
“Aku akan tetap bergabung dengan perusahaan Ayahku mempelajari bisnis manajemen untuk sementara ini.” Tasya menjelaskan rencananya untuk tinggal di perusahaan Frans.
“Baiklah, aku hargai keputusanmu,” ucap Elan dengan sopan.
“Omong–omong, siapa Alanna? Klien yang seharusnya aku temui ada di bawah Alanna, tetapi aku diculik setelah itu.” Tasya menyebut nama Alanna. Walaupun tidak menyalahkannya, Tasya masih kesal mengenai apa yang terjadi padanya sebelum ini.
Previous Chapter
Next Chapter
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report