Bab 1066
Daniel benar-benar lelah. Terlebih lagi, dengan Tracy yang berada dalam pelukannya, ia semakin tidak ingin melakukan apapun. Hanya ingin terus memeluknya, dan tidur dengan tenang... Sudah sejak lama Daniel sulit untuk tidur. Jarang sekali ia dapat tertidur pulas seperti malam ini.
Hujan deras dan gemuruh petir di luar sama sekali tidak mengganggu tidurnya.
Tracy juga sama sekali tidak bereaksi, tertidur nyenyak dalam pelukannya. Dalam tidurnya, ia hanya merasa ada orang yang memeluknya. Pelukannya terasa hangat dan nyaman... Waktu perlahan-lahan berlalu. Dalam sekejap, alarm pun berbunyi.
Daniel terbangun, dengan linglung membuka matanya. Melihat Tracy dalam pelukannya, ada kelembutan yang langsung menyelimuti hatinya...
Pelahan-lahan, ia mendekatkan tubuhnya pada Tracy, mengecup kening, pipi, dan bibirnya. Ia ingin terus seperti ini dengannya, selamanya tidak akan melepaskannya.
Namun...
Terdengar suara gerakan dari luar. Ia harus segera pergi.
Daniel mencium bibir Tracy sekali lagi, enggan untuk berpisah darinya. Ketika ia hendak beranjak bangun, Duke tiba-tiba bergerak, memperlihatkan tanda-tanda akan segera bangun. Ia merasa jengkel membayangkan Duke yang mungkin akan berusaha mendekati Tracy saat ia pergi.
la pun dengan nakal mencium leher Tracy keras-keras, meninggalkan bekas cupang yang dalam pada kulitnya, lalu pergi melalui jendela.
Di luar, para pengawal baru saja berganti giliran jam kerja, sehingga tidak ada orang yang menyadari keberadaannya.
Duke perlahan-lahan terbangun dalam keadaan linglung di dalam kamar. Merasa nyeri pada bagian leher belakangnya, ia pun perlahan-lahan memijat lehernya dan beranjak duduk. Ia menyipitkan matanya mengawasi seluruh isi kamar itu. Selain
Tracy dan dirinya, sama sekali tidak ada kejanggalan.
Aneh, kenapa lehernya bisa sesakit ini?
Duke terheran-heran.
Saat itu juga, Tracy membalikkan badannya dan tanpa sengaja menyingkapkan selimutnya, memperlihatkan kaki panjangnya yang ramping, serta sebelah bagian bokongnya yang seksi.
Duke sejenak tercengang, terpana melihatnya. Tanpa sadar ia menelan air liurnya, merasakan ada sesuatu yang mulai bergetar dalam tubuhnya.
Namun, ia segera mengalihkan pandangannya, terus menerus berkata kepada dirinya sendiri, "Tidak boleh melihat yang tidak-tidak, tidak boleh, tidak boleh!"
la berjalan dengan kepala yang tertunduk, lalu menyelimuti Tracy kembali dengan mata menatap ke arah lain.
Namun anehnya, ia tiba-tiba melihat ada tanda bekas orang tidur di bantal sebelah
Tracy, bahkan ada sehelai rambut yang pendek di atasnya....
Apa-apaan ini?
Duke mencondongkan tubuhnya untuk melihat lebih dekat. Tiba-tiba, Tracy terbangun. Mata besarnya yang cerah itu tiba-tiba terbuka, dengan dingin menatap Duke.
Duke terpana menatapnya. Kedua orang itu pun saling bertatapan, hingga akhirnya Duke terkejut dan segera menjauh.
"Tidak disangka." Tracy beranjak duduk sambil mengernyitkan alisnya, terlihat tidak senang, "Kamu ternyata orang seperti itu.”
"Bukan, aku tidak... aku tidak melakukan apa-apa." Duke buru-buru menjelaskan, "Aku tadi melihat selimutmu melorot ke bawah, jadi aku ingin menyelimutimu kembali. Lalu, lalu..."
"Apa yang kamu lakukan padaku semalam?" Tracy bertanya tajam.
"Tidak ada. Aku hanya tidur di atas sofa, sama sekali tidak melakukan apapun." Duke pun panik, "Aku benar-benar hanya menyelimutimu. Percayalah!"
"Baiklah, aku yakin kamu tidak akan berani." Tracy menatapnya sejenak, lalu beranjak pergi ke kamar mandi, "Terima kasih sudah menjagaku semalam. Sebaiknya kamu sekarang kembali beristirahat. Aku mau mandi dan bersiap-siap. nanti kita sama-sama turun untuk sarapan.”
"Baik," Duke menghembuskan napas lega. Tampaknya Tracy tadi sengaja menakutinya, bukan sungguh-sungguh mencurigainya. Ia memang sama sekali tidak melakukan hal-hal buruk, namun tetap saja ia dikagetkan oleh pertanyaan Tracy.
Duke merapikan selimut di atas sofa, lalu memakai sepatunya, bersiap-siap keluar. Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari dalam kamar mandi, “Ahhh!"
"Ada apa?" Duke bergegas menghampirinya, "Apa yang terjadi?"
"Duke, dasar kamu munafik!" Tracy menunjuk bekas cupang di lehernya. Amarahnya meluap-luap, hingga ia menggertakkan giginya, "Berani-beraninya kamu memanfaatkan kondisiku yang sedang sakit dan tidak sadar itu untuk berbuat macam-macam padaku!"
"Aku... aku... aku, aku tidak-"
Next Chapter Coming Soon...
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report