Bab 1681
"Suara apa ini?"
Satpam yang ada pintu depan pun terkejut, dærah ini adalah pusat kota, bagaimana mungkin terdengar suara hewan?
"Sepertinya elang?"
Semua orang ketakutan saat mendengarnya, bagaimanapun belakangan ini sering terjadi hal aneh di Grup Wallance.
"Jalan." ujar Daniel memberi perintah dengan tenang.
"Baik." Hartono mengemudikan mobil keluar.
Thomas bertanya dengan suara kecil, "Apakah Tabib Dewa yang datang?"
"Hm." Daniel menganggukkan kepala, lalu memberi perintah, "Kamu pergilah siapkan uang tunai sebesar 10 miliar, lalu temui aku nanti."
"Baik." Thomas turun dari mobil dan membawa dua pengawal untuk pergi ke bank.
Saat Hartono bersiap melanjutkan mengemudi, seekor burung hering menukik masuk dari jendela dan menabrak setir.
Hartono yang terkejut segera menginjak rem dan mengusir burung hering itu.
Pada detik berikutnya, sesosok mungil menyusup ke dalam mobil dan duduk di sebelah Daniel, dia menganyunkan tangan kecilnya dan sebuah pisau sudah mengenai leher pria itu, "Presdir Daniel, baru berlalu beberapa waktu, tapi sepertinya kamu sudah melupakanku."
"Aku tidak berani." Daniel tersenyum, "Kamu adalah penyelamatku, sosok yang berjasa untukku, bagaimana mungkin aku melupakanmu?"
"Mana uangku?" Dewi berteriak sambil menaikkan alisnya, "Jika aku tidak memintanya darimu, apa kamu tidak akan berinisiatif memberikannya?"
"Bagaimana mungkin?" Daniel berkata dengan sabar, "Jumlah uangnya begitu besar, membutuhkan sedikit waktu untuk menyiapkannya, lagi pula sekarang bank sudah tutup."
Dewi melihat langit di luar jendela yang sudah gelap, dia juga menyetujui perkataan Daniel ini, tetapi dia segera kembali waspada, "Lalu, kapan kamu memberikan uangnya padaku?"
"Tadi aku sudah minta anak buahku untuk mengambilnya, dia akan segera menemuiku dengan membawa uang itu." Daniel memandangnya sambil tersenyum, "Kamu tenang saja, aku pasti akan memberikan uang yang harus diberikan padamul"
"Baguslah jika begitu." Dewi menyimpan pisau dan berkata penuh emosional, "Si brengsek Lorenzo itu membawa pergi anakku, kamu bertanggung jawab untuk membawa mereka kembali." "Hah...." Daniel mengernyitkan alisnya, "Ini namanya kamu menyulitkanku, tidak mudah merebut orang dari tangan Lorenzo."
"Aku tidak peduli." Dewi langsung memaksa, "Jika kamu tidak membantuku menjemput anakku kembali, aku tidak akan mengobatimu lagi, biar saja kamu cacat seperti ini seumur hidupmu."
Daniel tidak berdaya, dia tahu wanita itu benar-benar akan melakukannya.
"Kuberi waktu sehari." Dewi langsung memberi perintah, "Besok pada saat seperti ini, aku harus bertemu dengan anakku."
"Baiklah, aku akan memikirkan caranya." Daniel hanya bisa berusaha menundanya, "Tapi, sepertinya waktu selama sehari itu terlalu mendesak, berilah sedikit waktu lagi, Tabib Dewa!"
"Kamu tidak mengerti, jika menunda terlalu lama, si brengsek itu akan menemukanku." Saat berbicara, Déwi mengawasi luar jendela dengan waspada, wajahnya terlihat cemas, "Dia benar-benar menggila. Demi menangkapku, dia sampai tidak mengurus perusahaan dan sengaja datang ke Kota Bunaken..."
"Kamu tenang saja, ada aku, dia tidak akan bisa menemukanmu." Daniel tersenyum, "Aku sudah menyiapkan tempat tinggal untukmu, kamu tinggal saja di sana untuk sementara waktu. Setelah aku menjemput anak-anakmu, kamu akan berkumpul lagi dengan mereka."
"Benakah?" Dewi sangat gembira, "Kamu tidak membohongiku, 'kan?"
"Nyawaku ada di tanganmu, apa aku berani membohongimu?" ujar Daniel balik bertanya.
"Benar juga." Dewi menganggukkan kepalanya penuh percaya diri, "Kamu berikan uangnya padaku dulu, setelah melihat uangnya, aku baru akan mengobatimu."
"Sedang dipersiapkan, akan segera diberikan padamu."
Daniel sedikit tidak berdaya, kenapa semua wanita di dunia ini begitu menyukai uang? Dia teringat sikap Tracy juga seperti ini dulu, melakukan apa pun agar bisa memaksanya menghasilkan uang. Iring-iringan mobil berhenti di kaki gunung Bukit Haruna.
Thomas membawa uang tunai sebesar 10 miliar dan meletakkannya di dalam koper berwarna perak dengan rapi.
Dewi membuka koper itu dan mulai menghitung dengan serius, tetapi tidak berapa lama dia mulai menggaruk kepalanya dengan pusing, "Begitu banyak, aku tidak bisa menghitungnya, sangat merepotkan..."
Dia menoleh dan berteriak pada Daniel, "Kamu tidak membohongiku, 'kan? Semua ini adalah setengah hartamu?"
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report