Bab 1686

Sekelompok ular itu mengangkat kepala mereka dan mengangguk padanya, lalu berdiri mengawal di sekitar tumpukan uang.

Dewi akhirnya menghembuskan napas lega. Ia melompat ke luar jendela, lalu pergi dengan tergesa-gesa.

Tidak jauh dari sana, Thomas yang sedang duduk bersandar di atas pohon dan mengawasinya melalui teropong pun menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela napas, "Jelas-jelas ada tangga, malah melompat ke luar jendela. "

Merasa ada cahaya yang tertuju padanya, ia bergegas menurunkan teropongnya dan segera melarikan diri.

Dewi tidak mengendarai mobilnya, tetapi berjalan masuk ke dalam hutan. Ia menemukan van usangnya, lalu mengemudikannya menuju perkarangan Vila Sisi Selatan.

Tak lama kemudian, ia mengeluarkan setumpuk barang yang aneh dari dalam vannya dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Setelah itu, ia kembali menuju vila dengan tas ransel di punggungnya sambil membawa seikat karung.

"Hahaha. Dengan adanya tas ransel ini, tidak ada yang perlu kutakutkan."

Dewi meletakkan ransel itu di sampingnya, lalu membuka karungnya dan memasukkan seikat demi seikat uang ke dalam karung itu...

Begitu banyaknya tenaga yang dikeluarkan hingga akhirnya karung-karung itu dapat terisi penuh. Semuanya berjumlah lima kilogram, dan terasa berat sekali.

Dewi terengah-engah sejenak. Ia meletakkan kedua karung yang berisi uang itu di samping tempat tidur, baru akhirnya ia berbaring beristirahat.

la masih merasa begitu lelah, namun amarahnya kembali meluap mengingat Lorenzo bajingan itu yang telah merebut hartanya. Semakin ia teringat bagaimana kelakuan Lorenzo terhadapnya selama ini, amarahnya pun semakin meledak-ledak. Ia menggertakkan giginya dan berkata―

"Lorenzo, dasar bajingan! Berani-beraninya kamu meremehkanku! Aku akan menghancurkanmu dengan seluruh uang ini! Cih!"

Lorenzo yang sedang berada di atas mobil pun bersin hingga beberapa kali. Ia mengernyitkan keningnya, "Pasti wanita gila itu sedang mengumpatku."

"Nona Dewi pasti akan segera menghubungi Tuan, 'kan?" Jasper bertanya dengan hati-hati, "Anak-anak sudah bersama kita. la pasti panik sekarang."

"Ia punya banyak trik." Lorenzo mengertakkan giginya dengan penuh kebencian saat

memikirkan Dewi, “Jika ia bisa menyerangku hingga seperti itu, apa lagi yang tidak mungkin dilakukannya?"

"Uh..." Jasper hanya menundukkan kepalanya, bahkan tidak berani menghembuskan napasnya.

"Mungkin saja sekarang ia memanfaatkan pengobatan untuk mengancam Daniel, memintanya untuk merebut anak-anakku." Lorenzo mengangkat alisnya dan tertawa mencibir, "Jika Daniel berani datang untuk memprovokasiku, aku tidak akan segan-segan untuk mempermalukannya!"

"Ia adalah adik iparmu sendiri. Sebaiknya, Tuan berkomunikasi dengannya baik-baik..."

Sebelum Jasper selesai berbicara, Lorenzo langsung memelototinya.

Malam semakin larut. Mobil pun perlahan-lahan melaju ke Vila di pesisir pantai.

Begitu Lorenzo turun dari mobilnya, ia langsung mendengar tangisan ketiga anaknya: "Aku ingin Mami, aku ingin Mami..."

"Aku ingin Bibi, aku ingin Bibi..."

"Aku ingin Kak Paula, aku ingin Kak Paula......."

Lorenzo mengernyitkan alisnya. Apa ketiga anak nakal ini adalah karma yang sengaja dikirim oleh Ibu mereka untuk menghukumnya?

Ingin bertemu Mami, Bibi, dan Kak Paula. Lantas, apa mereka tidak menginginkan ayah mereka sendiri?

"Aduh. Anak-anak, jangan menangis! Papi sebentar lagi pulang!"

Para pelayan di rumah itu pun tidak berhasil membujuk mereka.

Anak-anak itu berlari-larian di dalam ruang tamu, sama sekali tidak mendengarkan.

Hingga kaki para pelayan itu lemas dan pinggang mereka sakit, mereka masih tidak dapat menangkap anak-anak itu.

Mereka pun satu per satu mulai mengeluh, wajah mereka dipenuhi kecemasan.

"Jangan ribut!" Saat itu juga, Lorenzo berjalan masuk ke dalam sambil berteriak. Ketiga anak itu pun segera berhenti, serempak menoleh menatapnya. "Ugh......"

Mata ketiga anak itu melebar, melihat Lorenzo seperti sedang melihat sebuah monster.

Tini terisak, lalu menutup mulutnya dengan tangan kecilnya, lalu bertanya pelan, "Apa ini

Papi?"

"Sepertinya iya." Wini mendekat ke arah Lorenzo. Kedua tangannya menutup mulut kecilnya dan berbisik, "Dari penampilannya yang menyeramkan itu, sepertinya benar-benar Papi!"

"Kalian tidak mengenali Papi?" Biti mengernyitkan alisnya tidak senang, "Meskipun sudah tiga bulan tidak bertemu, tapi di dunia ini, satu-satunya pria bertubuh tinggi yang galak dan sedingin ini hanyalah Papi!"

Follow our Telegram channel at https://t.me/findnovelweb to receive the latest notifications about daily updated chapters.
Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report